Kamis, 28 Mei 2009

UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI

UPAYA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MELALUI
PENINGKATAN PROFESIONALISME PENDIDIKAN
Oleh : Iin Yuristin N,S.Pd.,M.M.Pd
Guru SMA Negeri I Patianrowo Nganjuk
Tulisan ini dilatarbelakangi konteks pembangunan SDM dalam menjalankan pendidikan sesuai era globalisasi. Diyakini bahwa kualitas pendidikan yang rendah sebagai efek dari kesalahan dalam penyelenggaran pendidikan. Hal ini dapat disebabkan Visi dan misi yang tidak jelas untuk masa depan dan masih berkisar kuantitas tanpa kualitas. Ditambah lagi anggapan bahwa profesi pendidik masih dianggap bukan profesi menjadikan perhatian terhadap pendidikan semakin berkurang. Untuk itu tidak dapat dibantah perlunya profesionalisme pendidikan, khususnya pendidik yang profesional untuk perbaikan pendidikan. Makalah ini difokuskan pada upaya perbaikan pendidikan lewat peningkatan profesionaisme pendidikan, pentingnya profesionalisme pendidikan, realitas di lapangan serta hambatan untuk mencapainya.
Sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, pembahasan makalah ini meliputi :
1. Pengertian Profesi, Kriteria dan Profesi Pendidik
Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesi, dalam makalah ini disimpulkan bahwa : Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.
Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu khusus untuk mencapai predikat pendidik.
Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.
Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidik haruslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.
Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.
2. Profesionalisme Pendidikan dan Kode Etik Guru
Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.
Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu :
a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.
b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.
c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.
Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi yang lain.
Dalam makalah ini disinggung juga masalah kode etik yang menyangkut kepentingan pendidikan, diantaranya mengaitkan hubungan : (1) guru dengan murid, (2) guru dengan pemerintah (3) guru dengan orang tua murid (4) guru dengan teman sejawat, (5) guru dengan diri sendiri dan (6) dengan lingkungannya serta (7) guru dengan profesinya
4. Realita Profesionalisme Pendidikan di Indonesia
Dalam makalah ini disinggung kenyataan di lapangan tentang profesionalisme pendidikan di Indonesia yang belum tercapai sebagaimana diinginkan, misalnya para pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan gaji guru yang minim dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah pendidikan juga masih dinilai belum jelas.
Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa penerapan pendekatan social demand (permintaan masyarakat) yang pada orde baru dapat dilihat dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di Indonesia dan program Wajar 6 tahun. Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga masih terlihat belum optimalnya, misalnya persyaratan dan ujian yang diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru tidak semuanya memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.
5. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan
Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa masalah yang dihadapi, misalnya : kesan KKN semakin jelas dan transparan. Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai ajang rekreasi dan menambah penghasilan bagi utusan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah di masa orde baru dan sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi dana untuk anggaran pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan sekolah, serta kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam perjalanannya. Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang tak kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga penerapan kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.
6. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan
Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999 : 17), menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini, yaitu : (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek KKN serta koncoisme dan (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga bagian, yaitu :
a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.
c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di kawasan regional maupun internasional.
Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaplikasikan berbagai konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya : pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep di bidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan sistem imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral, maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.
Simpulan
Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang profesional pula dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya. Hambatan dalam mewujudkan profesionalisme ini berupa masih berjalannya sistem orde baru yang tidak kondusif, penuh KKN dan moral yang rendah dari sebagian tenaga pendidik. Pencapaian profesionalisme pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu aplikasi bidang lain yang bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan moral yang melibatkan pendidikan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar